Dalam ajaran Buddhisme budaya
sungkeman ini merupakan hal yang sangat baik dan dapat menambah kebajikan bagi
yang melaksanakannya, karena hal itu sudah merupakan menjalankan salah satu
dari caritta sila yaitu melakukan kewajiban kepada orangtua dengan berbakti
(sungkem). Seperti dalam isi Manggala
Sutta dijelaskan tentang hal yang berkenaan dengan manfaatnya berbakti
kepada orang yang lebih tua yaitu,sebagai berikut :
Syair kelima, “Matapitu
Upatthanam” atau “membantu ayah dan ibu”. Matapitu Upatthanam juga dapat diartikan sebagai memberi bantuan
yang cukup, menjaga dengan baik, merawat dengan baik ayah dan ibu. Didalam
budaya Timur, seseorang anak masih tetap berhubungan erat dengan kedua orangtua
nya meskipun telah dewasa, telah menikah dan mempunyai keturunan, ia tetap
berkewajiban untuk berbakti kepada ayah dan ibunya serta kepada mertuanya. Dari
kutipan syair ini sungkeman juga dikatakan sebagai wujud bakti kepada orang
tua. Dalam kitab suci Anguttara Nikaya II kelompok
4 disebutkan juga oleh sang Buddha bahwa terdapat empat ladang yang utama untuk
menanam kebajikan, yaitu: yang pertama adalah Buddha, yang kedua adalah Dhamma,
ketiga adalah sangha dan keempat adalah ibu dan ayah. Sang Buddha juga menyebut
bahwa Brahma, Guru-guru awal, Dewa-dewa awal dan mereka yang pantas dipuja
merupakan istilah-istilah untuk ayah dan ibu yang harus dihormati oleh
anak-anaknya dirumah, dikatakan seperti itu karena orangtua amat banyak
membantu anak-anaknya, membesarkan anak-anaknya, dan menunjukan dunia kepada
anak-anaknya.
Dari syair ini dapat di
katakan bahwa sungkem kepada ayah dan ibu dapat menambah kebajikan yang kita
lakukan dengan wujud hormat dan berbakti serta dengan tulus meminta maaf atas
segala kesalahan saat melangsungkan acara sungkem tersebut. Seorang anak muda
atau seorang anak harus menghormati orang yang lebih tua khususnya orangtua,
yang oleh sang Buddha sendiri dikatakan sebagai Dewa. Menghormat dengan
pelayanan yang penuh rasa bakti dan kasih sayang yang dapat menggembirakan hati
mereka dalam usia tuanya. Dengan melakukan sungkem juga seorang anak membalas
budi orangtuanya dan merupakan penghormatan yang lebih baik dari pada melakukan
pemujaan terhadap dewa-dewa yang mereka sendiri tidak mengetahuinya.
Syair
kedelapan, “Garavo” atau “selalu
hormat”. Garavo dalam syair ini dapat
diartikan sebagai menghormat. Dalam hal ini termasuk menghormat Sang Buddha,
Dhamma, Sangha, orangtua, Guru, orang bijaksana, orang-orang yang baik, orang
yang dituakan ringkasan semua pribadi yang dianggap lebih tinggi kedudukannya.
Dalam tradisi Buddhis, rasa hormat atau sungkeman diperlihatkan dengan sikap Vandana, Anjali, Utthana, dan Samicikhamma.
Vandana dapat diartikan dengan
bersujud menyentuh lantai dengan lima titik, yaitu: kening, kedua sikut, dan
kedua lutut. Anjali berarti
menghormat dengan merangkapkan kedua telapak tangan didepan dada. Utthana berarti menghormat dengan
berdiri menyambut orang yang dihormati. Dan Samicikhamma
berarti cara lain untuk memperlihatkan penghormatan kepada seseorang. Inilah Mangala yang membawa kelahiran yang baik
dimasa mendatang dan keselarasan dalam hidup sekarang ini. Sudah jelas bahwa
dengan melakukan sungkem kepada orang yang dituakan atau orangtua maka kita
sudah menjalankan ajaran Buddha yang benar pada syair kedelapan dalam Mangala Sutta ini serta dapat
mengondisikan dirinya terlahir dialam yang berbahagia.
Syair kedelapan, “Nivato” atau “rendah hati”. Dalam syair
ini juga menekankan bahwa pentingnya tanpa kesombongan, yaitu saat melakukan
sungkem maka orang telah memiliki sifat rendah hati karena mereka menganggap
bahwa ketika melakukan sujud kepada orang tua atau orang yang dituakan
merupakan bukan sebagai orang yang rendah derajatnya atau tercela walaupun orang tua tidak berpendidikan
sedangkan dia seorang pejabat, melainkan mereka berpikir bahwa dengan bersujud
dihadapan orangtua atau orang yang dituakan merupakan wujud rasa hormat dan
bhakti kepada orang yang lebih tua dan yang patut dihormati.
Didalam Sigalovada Sutta, dijelaskan bahwa sebagai seorang Buddhis yang
baik maka harus memperlakukan orang tuanya dengan cara: menyokong mereka dihari
tuanya, melaksanakan tugas mereka, memelihara tradisi keluarga, membuat dirinya
layak sebagai pewaris dan melimpahkan pahala kebajikan kepada orangtua dan
sanak keluarga nya yang telah meninggal. Dalam ajaran Sang Buddha tentang Ariyasa Vinaya (tata peraturan ariya), beliau
menjelaskan bahwa ada enam penjuru yang harus dipuja dan dihormat. Enam penjuru
dalam ajarannya tersebut mempunyai arti sebagai berikut; Timur berarti orang
tua; Selatan berarti guru; Barat berarti anak dan istri; Utara berarti sahabat,
Sanak keluarga dan para tetangga; Nadir (bawah) berarti pelayan atau karyawan;
dan Zenith (atas) adalah rohaniawan. Enam kelompok orang-orang yang disebut
diatas, dalam agama Buddha diperlakukan sebagai sesuatu yang keramat dan
berharga untuk dihormati dan dipuja.